Banyak dari kita yang mengira bahwa Samsung adalah sebuah perusahaan teknologi Asia yang meledak di era teknologi digital, dan itu salah besar.
Dengan modal 30,000 won (sekitar 42.000 rupiah), Ditahun 1938, Lee Byung-chul memulai usahanya yang bernama Samsung di kota Teagu. Dengan jumlah pekerja 40 orang, Samsung memulainya sebagai perusahaan dagang; grocery store, dan “export trading” keluar kota Taegu. Gula adalah salah satu komoditi dagang terbesarnya, sebelum akhirnya melebar pada industri tekstil setelah era perang dunia ke-2.
Sedari awal, Samsung tidak pernah berbicara teknologi, apa lagi teknologi digital.
Satu landasan penting yang menjadikan Samsung sebegitu hebatnya adalah dedikasinya sebagai anak bangsa (Korea). Setelah perang dunia ke-2, Samsung fokus dengan tujuannya; membangun kembali Korea yang telah hancur pasca perang, terutama industrialisasi. Objektif utamanya adalah kemajuan bangsanya; bukan dagangannya, apalagi teknologi.
Mereka paham bahwa dunia akan terus berputar. Bahkan disaat itu mereka sudah sadar akan pentingnya menjadi lincah dan adaptif untuk menjawab tantangan dunia moderen.
Samsung selalu mengikuti ombak terbesar dijamannya. Pasca perang, industri tekstil adalah satu industri yang merevolusi dunia, dan mereka berada ditengahnya. Ditahun 60an, terbentuk satu industri baru yang merevolusi peradaban moderen; industri elektronik - dan mereka pun bergerak ditengahnya. Hingga akhirnya ditahun 2000an, Samsung memasuki industri telekomunikasi dan internet; satu industri yang menjadi fenomena milenium, dan saat ini mereka mendominasi Asia, juga dunia.
Mereka terbukti hebat dalam beradaptasi, memahami perubahan, dan setia dengan tujuannya. Whatever it takes - dari gula sampai teknologi digital; demi harga diri bangsanya dihadapan dunia.
Itu Samsung dengan bangsanya. Bagaimanaa dengan Indonesia? #kitabisa